Mengingkari Tauhid Asma Wa Sifat
MENGINGKARI TAUHID ASMA WA SIFAT
Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan
Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa yang dapat kita katakan kepada mereka yang mengingkari Tauhid Asma wa Sifat dan menganggapnya sebagai sesuatu yang dibuat oleh orang-orang belakangan ?
Jawaban.
Tauhid Asma wa Sifat termasuk salah satu dari tiga macam Tauhid : Tauhid Uluhiyah, Tauhid Rububiyah dan Tauhid Asma wa Sifat.
Mereka yang mengingkari Tauhid Asma wa Sifat berarti mengingkari salah satu macam Tauhid. Mereka yang ingkar ini tidak lepas dari dua keadaan yang berikut.
Pertama. Mengingkarinya setelah mengetahui bahwa itu memang benar adanya. Mereka mengingkarinya secara sengaja, dan mengajak yang lain untuk mengingkarinya. Maka mereka yang berlaku seperti ini telah kafir karena mengingkari apa yang telah Allah tetapkan untuk diriNya. Padahal mereka mengetaui hal tersebut tanpa perlu takwil-nya.
Kedua. Hanya ikut-ikutan kepada orang lain karena rasa percaya dan menyangka bahwa ia berada di atas kebenaran. Atau karena salah dalam menafsirkan, sementara ia menyangka berada di atas kebenaran. Mereka melakukan hal ini bukan karena sengaja mengingkari, tetapi karena ingin mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala menurut pengakuan mereka. Maka mereka-mereka yang seperti ini adalah orang-orang yang tersesat dan salah karena ikut-ikutan atau mentakwil (menafsirkan) sendiri.
Kafirnya kelompok yang pertama sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala tentang kaum musyrikin.
وَهُمْ يَكْفُرُوْنَ بِالرَّحْمٰنِۗ
“Padahal mereka kafir (ingkar) kepada Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah)“. [Ar-Ra’d/13 : 30]
Syaikh Sulaiman bin Abdullah di dalam kitabnya, Taysir Al-Aziz, berkata, “Karena Allah telah menanamkan mereka yang mengingkari satu dari nama-namaNya (yaitu Ar-Rahman) dengan kafir, maka hal ini menunjukkan bahwa mengingkari bagian dari nama-nama dan sifat-sifatNya adalah kafir. Dengan demikian, siapa saja yang mengingkari sesuatu dari nama-nama dan sifat-sifatNya, baik itu orang-orang filsafat, Jahmiyah, Mu’tazilah, atau selain mereka-pun termasuk kafir, sesuai dengan kadar pengingkaran mereka terhadap nama-nama dan sifat-sifat Allah tersebut”. [Lihat Taysir Aziz Al-Hamid hal. 575]
Beliau juga berkata, “Bahkan kami katakan, Barangsiapa yang tidak beriman kepada nama-nama dan sifat-sifatNya, maka dia bukan termasuk orang-orang yang beriman. Dan barangsiapa di dalam hatinya ada rasa keberatan akan hal itu, maka dia seorang munafik”. [Lihat Taysir Aziz Al-Hamid hal. 588]
Tauhid Asma dan Sifat bukanlah sesuatu yang baru dimunculkan oleh orang-orang belakangan. (Bukanlah) Anda telah mendengar hukum bagi siapa saja yang mengingkari nama Allah Ar-Rahman ! Dan (bukankah) mengimani Tauhid ini terdapat dalam pembicaraan para Shahabat, Tabi’in, Imam yang Empat, dan yang lainnya dari kalangan Salaf.
Imam Malik, ketika ditanya tentang masalah istiwa (tingginya) Allah Subhanahu wa Ta’ala di atas Arsy-Nya berkata, Istiwa (Allah) sudah sama dipahami, dan bagaimana (hakikat)nya tidak diketahui, sementara mengimaninya adalah wajib, dan bertanya tentang bagaimana (hakikat) Allah ber-istiwa adalah bid’ah”. [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.141]
Abdullah bin Mubarak berkata, “Kita mengetahui bahwa Tuhan kita berada di atas langit yang tujuh ; ber-istiwa di atas Arsy-Nya ; terpisah dari makhluk-Nya. Kami tidak mengatakan seperti apa yang dikatakan oleh Jahmiyah”. [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.151]
Imam Al-Auza’iy berkata, Kami dan para Tabi’in mengatakan, Sesungguhnya Allah penyebutannya [1] di atas Arsy-Nya dan kami mengimani apa saja yang terdapat di dalam Sunnah”. [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.138]
Imam Abu Hanifah berkata, “Barangsiapa yang mengatakan, Saya tidak tahu apakah Tuhan saya berada di langit atau bumi, berarti dia telah kafir karena Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى
“Allah ber-istiwa di atas arsy-Nya“. [Thaha/20 : 5]
Dan arsy-Nya berada diatas langit yang tujuh”. [Lihat Mukhtasar Al-Uluw oleh Imam Dzahabi hal.136]
Jika anda ingin lebih jauh mengetahui tentang perkataan para salaf dalam masalah ini, maka lihat kitab Ijtima Al-Juyusy Al-Islamiyah ‘Ala Ghazwi Al-Mu’aththilah wal Jahmiyah (Bersatunya Tentara Islam dalam Memerangi Aliran Mu’ththilah dan Jahmiyah) oleh Imam Ibnu Al-Qayyim.
Beberapa ulama memasukan Tauhid Asma dan Sifat ke dalam Tauhid Rububiyah dengan mengatakan bahwa Tauhid ada dua macam : Tauhid Fi Al-Marifat wa Al-Itsbat, yaitu Tauhid Rububiyah (dan masuk kedalamnya Tauhid Asma dan Sifat), dan Tauhid Fi Ath-Thalabi wa Al-Qashdi, yaitu Tauhid Uluhiyah. Akan tetapi, ketika mulai muncul orang-orang yang mengingkari Tauhid Asma dan Sifat, maka dijadikanlah Tauhid ini tersendiri untuk menetapkan masalah penetapannya dan menolak mereka yang mengingkarinya.
Tiga macam Tauhid ini terdapat di dalam Al-Qur’an, terkhususkan pada awal-awal surat. Sebaiknya kitab pertama yang hendaknya anda baca adalah kitab Madarij as-Salikiin oleh Ibnu Qayyim.
[Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih bin Fauzan III/19-20 Di salin ulang dari Majalah Fatawa edisi 4/I/Dzulhijjah 1423H, Alamat Pondok Pesantren Islaic Center Bin Baz Piyungan Bantul Yogyakarta]
_________
Footnote.
[1]. Maksudnya jika menyatakan keberadaan Allah, maka akan dikatakan sebagaimana pernyataan di atas.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/794-mengingkari-tauhid-asma-wa-sifat.html